Justt My (un)Humble Opinion

Jumat, 15 April 2011

 

 

KRONOLOGI KASUS MULYANA VERSI BPK

Detikcom- Jakarta, kasus penangkapananggota KPU Mulyana W Kusuma memunculkan kontroversi di BPK. Ketua BPK Anwar Nasution sempat marah-marah dan bersuara sinis, meski setelah banyak tekanan dari masyarakat ia melunak. Bagaimana kronologis kasus Mulyana versus BPK. Berikut penjelasan ketua BPK Anwar Nasution dalam siaran pers yang dibagikan kepada wartawan usai rapat konsultasi dengan Presiden SBY di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (20/4/2005). Audit pengelolaan dan pertanggungjawaban dana operasional pemilu tahun 2004 dilakukan BPK atas permintaan ketua DPR Akbar Tandjung. Permintaan dilayangkan Akbar sejak bulan juni 2004 kepada ketua BPK saat itu SB Judono. Audit langsung dipimpin oleh Djapitan Nainggolan, sedangkan Khairiansyah Salman bertugas memimpin sub tim pemeriksaan investigative pengadaan dan distribusi kotak suara. Tim audit KPU berada di bawah pengawasan auditor utama III Harijanto sebagai penanggung jawab. Sedangkan supervisi berada di bawah Angbintama III Hasan Bisri. Konsep pelaporan audit BPK disampaikan dalam sidang BPK tanggal 13 Desember 2004. Audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu yang mendapat perhatian masyarakat. Yakni kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta dan teknologi informasi. Namun badan dan ketua BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Konsep audit KPU kedua disampaikan dalam siding ketiga Maret 2004. Mutu laporan dianggap jauh lebih baik kecuali bagian teknologi informasi. Untuk itu, BPK sepakat menunda laporan hingga satu bulan. Sebulan telah berlalu, namun audit KPU tak kunjung rampung. Tim menyatakan laporan audit tidak bisa diselesaikan karena belum dibahas KPU selaku auditing. “Untuk menentukan jadwal pertemuan audit dengan KPU, ketua KPU, di gedang ke BPK pada tanggal 30 Maret 2005, “ aku Anwar. Dalam pertemuan tersebut yang berlangsung di BPK Nazarudin Sjamsudin diterima ketua BPK, wakil ketua BPK dan auditor utama III. Dalam pertemuan itu, Anwar meminta ketua KPU agar melakukan pembahasan dengan tim audit KPU agar pembahasan dilakukan besok saat Anwar berkunjung dilaporkan pertemuan audit BPK dengan KPU diadakan tanggal 5 April 2005. Dalam pertemuan tersebut BPK meminta KPU agar menyampaikan tanggapan akhir pada hari senin, 11 April 2005. Ternyata, disaat Anwar transit di Singapura, Minggu 10 April 2005, Wakil Ketua BPK Abdullah Zaini menelpon dan memberitahu Anwar perihal penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap terkait dengan rencana penyuapankepada anggota tim auditor BPK Khairiansyah Salman. Penangkapan dilaksanakan berdasarkan operasi intelijen KPK dengan auditor BPK sebagai pembantu pelaksana. Menurut versi Khairiansyah ia bekerjasama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana degnan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka. Pertemuan pertama dilakkan di restoran Jepang di Hotel Borobudur tanggal 10 Maret 2005 sekitar pukul 1 siang. Selanjutnya pertemuan kedua dilakukan di kamar 609 di Hotel Ibis, 8 April 2005 sekitar pukul 20.00 WIB. Mulyana ditangkap ke Praha. Belakangan pada pertemuan kedua dengan jumlah uang Rp 150 juta. Anwar mengatakan saat itu BPK tidak pernah memberikan ijin. Anwar mennyakan kepada Zaini apakah BPK memberikan izin sewaktu ia tengah berada di luar negeri. Wakil ketua menjelaskan, berdasarkan pengakuan yang bersangkutan, Hasan Bisri,anbintama III yang mengetahui masalah ini dan memberikan ijin secara lisan kepada Khairiansyah.Walaupun sudah mengetahui 3 bulan lalu, yang bersangkutan tidak melaporkan kepada badan, ketua,wakil ketua, maupun anggota BPK lainnya, tim audit KPU. Setelah peristiwa tersebut, 11 April 2005 BPK menggelar sidang. Sidang berpendapat bahwa apa yang dilakukan Hasan Bisri dan Khairiansyah bukanlah mandat dan wewenang BPK. Anwar juga memberikan peringatan agar perisriwa seperti ini tidak terulang lagi. Karena bertentangan dengan semangat keterbukaan BPK. Selanjutnya BPK melakukan pemeriksaan internal. Menurut Anwar, operasi yang dilakukan KPK dengan bantuan Khairiansyah dtidak ada kontribusinya sama sekali dengan laporan audit BPK. Namun laporan audit BPK meninggalkan sejumlah pertanyaan diantaranya mengapa Khairiansyah tidak melaporkan tindakannya kepada kedua atasannya. Kenapa Khairiansyah melaporkan kepada Hasan Bisri. Apakah dia mencurigai atasannya itu. Ketiga Angbitama 3 tidak memberitahu dan minta keputusan dari badan, ketua BPK maupun wakil ketua BPK.

KOMENTAR SAYA,
Kesimpulan yang bisa dinyatakan, tindakan kedua belah pihak yakni auditor BPK maupun KPU kurangetis. Tidak etis seorang auditor melakukan komunikasi kepada pihak yang diperiksa atau pihak penerima kerja (KPU)dengan mendasarkan pada imbalan sejumlah uang sebagaimana terjadi pada kasus Mulyana W Kusumah, Sekalipun kita tahu bahwa itu dilakukan demi alasan tujuan mulya yaitu pengungkapan korupsi di KPU. Pengungkapan korupsi harus dilakukan dengan cara-cara, teknik, dan prosedur profesi yang menjaga, menjunjung, menjalankan dan mendasarkan pada etika profesi. Dari sudut pandang etika profesi, auditor tampak tidak bertanggungjawab, yaitu dengan cara penggunaan jebakan imbalan uang untuk menjalankan profesinya. Auditor juga tidak punya integritas ketika dalam benaknya sudah ada pemihakan pada salah satu pihak, yaitu KPK dengan berkesimpulan bahwa telah terjadi korupsi. Dari sisi independensi, auditor BPK yang bersangkutan sangat pantas diragukan. Hal ini terlihat dadalam teks di atas dimana bahkan ketua BPK tidak mengetahui kroologis peristiwa sampai ia diberithui oleh wakil ketua BPK. Kemudian tampak bahwa auditor BPK tidak percaya pada kemampuan professional akuntansinya. Dengan teknik dan prosedur yang juga telah diatur dalam profesi akuntan, pasti akan terungkap hal-hal negatif, termasuk dugaan korupsi kalau memang terjadi. Alih-alih menggunakan kemampuan profesionalnya, auditor BPK menggunakan cara-cara yang tidak etis yaitu menjebak

0 komentar:

Posting Komentar