Dibalik Krisis Ekonomi Indonesia 1997-1998

Rabu, 30 November 2011



Sejarah ada untuk memberikan ceritanya kepada kita tentang suatu hal di masa lampau. Namun, tidak sampai situ saja. Ia memberikan pula pelajaran agar kita menapaki masa depan yang lebih baik dengan cara berkaca kepadanya. Berbicara mengenai sejarah dan dihubungkan dengan masalah ekonomi, bidang mata kuliah saya, saya serta merta teringat krisis ekonomi di Indonesia 1997-1998. Keadaan yang tidak disangka-sangka mengingat begitu lepas landasnya perekonomian negara  kala itu dan kokohnya fundamental perekonomian Indonesia. Pernyataan ini didukung pula oleh penelitian Furman dan Stiglitz (1998) bahwa dari 34 sample yang mereka ambil, Indonesia merupakan negara terunik, dalam artian seharusnya Indonesia mempunyai tameng yang memadai untuk menanggulangi efek kejut akibat kejatuhan ekonomi Thailand kala itu. Dibanding Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 miliar dolar, dan sektor bank yang baik. Ada apakah gerangan?

        Sebab sebenar-benarnya dari kejatuhan ekonomi Indonesia kala itu tidaklah jelas. Apakah hal yang menyebabkan kuatnya nilai rupiah di 2500 mendadak menjadi 10.000 sebenarnya tetap simpang siur. Saya mencoba menguraikan beberapa kemungkinan yang saya dapatkan dan dengar dari berbagai pihak. Yang paling awal saya ungkapkan, karena paling menarik, adalah kemungkinan adanya konspirasi dari negara adidaya Amerika. Amerika menganggap perekonomian Asia terlalu kuat dan dapat menjadi batu sandungan bagi Amerika itu sendiri sehingga harus “dilemahkan”. Bagaimana caranya?. Apakah anda mengenal George Soros sang spekulan Yahudi Amerika? Aksinya adalah memborong dollar di pasaran, yang anehnya terjadi justru ketika Indonesia banyak membutuhkan dollar karena ketika itu tepat jatuh tempo pembayaran hutang-hutangnya. Kita tahu perekonomian Indonesia saat itu, masa mafia Barkeley, adalah perekonomian berlandaskan hutang. Hutang yang sangat besar bahkan sampai saat ini belum bisa terbayar lunas dan agar dapat terbayar lunas masing-masing kepala bangsa ini harus membayar kurang lebih dua juta rupiah . Menjelang Desember 1997 jumlah hutang yang harus dilunasi dalam tempo kurang dari satu tahun adalah sebesar US$20,7 milyar (World Bank 1998).Pertanyaan yang terbersit adalah darimana George mengetahui jatuh tempo utang pemerintah? Kongkalikong dengan pihak intern atau konspirasinya dengan Amerika? Anda pasti mengenal hukum law and demand, ketika barang langka padahal permintaan tinggi otomatis harganya tinggi. Dollar langka, dan permintaan akan dollar tinggi maka harga (nilai) dollar naik sedemikian rupa. Imbasnya nilai rupiah turun dengan bebasnya, Inflasi tak terelakkan dan rakyat mulai tercekik oleh luar biasanya harga-harga.
Sebab selanjutnya masih berkaitan dengan hutang, tetapi hutang yang dilakukan oleh pihak swasta. Indonesia kala itu adalah negara dengan inflasi rendah, memiliki surplus anggaran, mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah besar, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, dan menjalankan sistem perdagangan terbuka. Dengan kondisi demikian, kreditur asing memiliki preferensi lebih dalam meminjamkan uangnya kepada swasta di Indonesia. Data dari world bank, antara tahun 1992 sampai dengan bulan Juli 1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta. Yang jadi persoalan adalah hutang tersebut tidak digunakan dalam sektor-sektor yang produktif, seperti pertanian atau industri, tetapi justru masuk ke pembiayaan konsumsi, pasar modal, dan khusus bagi Indonesia dan Thailand, ke sektor perumahan (real estate). Akibat derasnya modal yang masuk terjadi apresiasi mata uang dan kinerja ekspor yang selama ini menjadi andalan ekonomi nasional justru mengalami perlambatan.
Sebab selanjutnya adalah  tidak sehatnya praktik perbankan saat itu. Ketika liberalisasi sistem perbankan diberlakukan pada pertengahan tahun 1980-an, mekanisme pengendalian dan
pengawasan dari pemerintah tidak efektif dan tidak mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan. Yang lebih parah, hampir tidak ada penegakan hukum terhadap bank-bank yang melanggar ketentuan, khususnya dalam kasus peminjaman ke kelompok bisnisnya sendiri yang mestinya hanya sebatas 5%, konsentrasi pinjaman pada pihak tertentu, dan kemudian syarat kelayakan kredit yang dilanggar begitu saja akibat debitur merupakan afiliasi, anak perusahaan atau milik kawan bos. Hal ini mencuat dalam kasus BLBI (bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang nilainya mencapai separuh cadangan devisa dan digunakan untuk menolong bankir bermasalah. Kenapa pemerintah senekat itu menggelontorkan dana yang amat besar itu, tak lain tak bukan karena pemerintah yakin nilai asset, yang berfungsi sebagai agunan, yang dilikuidasi melebihi anggaran yang telah dikeluaran pemerintah.   Faktanya sampai tahun 2003 pemulihan tariff (recovery rate)  dari asset-asset bank yang dijadikan agunan hanya mencapai 23%. Ini tak lain karena  penyimpangan syarat-syarat kelayakan kredit tadi.
 Pada waktu yang bersamaan banyak sekali bank yang sesunguhnya tidak bermodal cukup (undercapitalized) atau kekurangan modal, tetapi tetap dibiarkan beroperasi. Semua ini berarti, ketika nilai rupiah mulai terdepresiasi, sistem perbankan tidak mampu menempatkan dirinya sebagai “peredam kerusakan”, tetapi justru menjadi korban langsung akibat neracanya yang tidak sehat.
Dugaan sebab selanjutnya adalah konspirasi yang dilakukan IMF dan sektor swasta. Sektor swasta sebagaimana dijelaskan pada paragraf di atas, dimana mereka yang berhutang, mereka menjalankannya bukan pada sektor produktif, tetapi ketika krisis yang harus menanggung hutang-hutang mereka adalah pemerintah. Praktik ini bisa ditelusuri dalam isian Frankfurt Agreement, dimana IMF akan memberikan hutang jika sebagian hutang tersebut digunakan untuk membayar kredit macet sektor swasta pada kreditur asing. Jadi masuk kantong kanan berupa duit dari IMF dan keluar dari kantong kiri berupa pelunasan hutang swasta. Kalau bang haji Rhoma bilangnya “gali lubang tutup lubang”. Celakanya, kebanyakan bisnis swasta tersebut adalah kroni-kroni dari penguasa.
Praktik Frankfurt Agreement ini, senantiasa dibujukan kreditur asing kepada IMF agar Indonesia mau melakukannya dan bisa dikatakan sebab yang memperparah krisis.

               Terakhir yang ingin saya ungkapkan, krisis ini terjadi karena adanya moral hazard. Kenapa syarat kredit diperlunak? Karena mereka anggota kroni, anak perusahaan atau istilah sejenisnya. Ini moral hazard. Kenapa ada penggelembungan nilai asset yang digunakan sebagai agunan? Ini moral hazard. Kenapa ketidaktransparanan menjadi sifat bangsa ini? Kenapa ada istilah kroni, dan ini tidak pada tingkat terkecil, bahkan sampai tingkatan pemerintahan tertinggi negara ini. Ini moral Hazard. Ketika stabilitas politik-sosial Indonesia memanas di tahun 1997-1998 terkuaklah berbagai macam borok perkronian ini.
Akhirnya ketika sampai pada penghujung penulisan ini saya sadar bahwa krisis 1997-1998 memberikan bagi saya begitu banyak pelajaran berharga akan pentingnya menjadi bangsa yang LEBIH BAIK, bangsa yang memiliki KEMANDIRIAN, dan bangsa yang BERMORAL. Semoga saja, Indonesia bisa!

sumber:
Salvatore, Ekonomi Internasional
Sadono Sukirno, Makroekonomi,
Kuliah Ekonomi Internasional saya
Afred Suci, 151 Konspirasi Dunia

1 komentar:

CORINA ALVARADO mengatakan...

Nama saya CORINA ALVARADO, saya dari Filipina dan saya tinggal di kota dipolog. Saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk menulis kepada orang-orang yang membutuhkan pinjaman di internet bahwa jika Anda membutuhkan pinjaman nyata dan sah, karina roland adalah perusahaan yang tepat untuk diterapkan dari saya ditipu oleh 2 perusahaan saya mengajukan pinjaman dari dan karina roland adalah perusahaan ketiga yang saya lamar dari saya menerima pinjaman saya dari karina elena roland perusahaan pinjaman dalam waktu kurang dari 2 jam seperti yang dikatakan oleh perusahaan sehingga siapa pun yang membutuhkan pinjaman online tanpa scammed harus mendaftar dari karina roland dan beristirahatlah yakin bahwa Anda akan senang dengan perusahaan ini. Anda hanya dapat menghubungi perusahaan ini melalui whatsapp +1(585)708-3478 atau mengirim email ke karinarolandloancompany@gmail.com. Salam kepada siapa pun yang membaca pesan ini di seluruh dunia.

Posting Komentar