Kopi dan Tidur

Minggu, 26 Agustus 2012



hari ini aku tertidur karena kopi keras ini. Kopi yang kuharap-harap menjadi obat goda tidurku justru menaklupkan dua mataku. Ia menunjukkan wajah aslinya bagaimana keprcayaan dapat diputarbalikan. Ya, ia yang begitu terpercaya menterjagakan aku berpuluh-puluh tahun kini berkhianat dalam pahit kentalnya.

hari ini aku tertidur karena kopi keras ini. Kopi bangsat ini, membikin aku tertidur tak menentu. Gagal rencanaku menonton bola nanti malam, gagal rencanaku menyelesaikan tugas dari si Bos, gagal rencanaku meronda, gagal rencanaku menyiapkan ujian negara, gagal semua hanya karena kopi hitam pekat sialan ini.

hari ini aku tertidur karena kopi keras ini. Pukul 0700 malam aku menguap dengan lebarnya tapi aku tiada khawatir. Kusobek bungkus kopi instan ini, lantas aku seduhkan air panas. Aku tahu itu kurang, maka kusobek lagi dan lagi. Sekarang aku yakin aku tidak akan tertidur lagi. Kusobek lagi dan lagi dan lagi dan lagi dan lagi dan lagi dan lagi.

hari ini aku tertidur karena kopi keras ini. Jam digital menunjukkan pukul 0700.........pagi.  Kurang ajar,  batinku
. Kopi! Kau telah Mengkhianatiku!!!

Walau dalam hati kecilku, aku tahu, tiap orang butuh kambing hitam.

Penjajahan, Berkah atau Kutukankah?

Jumat, 24 Agustus 2012


Frank-Alamanni dengan legiun - kavaleri  Romawi saling  memandang berhadap-hadapan dalam pertempuran Strasbourg. Kepulan debu beterbangan  menyakitkan di mata dan mereka saling menahan napas. Ketegangan menyelimuti dalam menunggu komando selanjutnya.
Hari itu nasib dua kelompok bangsa besar akan ditentukan apakah sang elang Romawi mampu melanjutkan program kolonialisasi demi kolonialisasinya atau sang bangsa di depan mata yang lainnya yang  mampu bertahan dan membinasakan musuhnya dalam perang besar ini. Pada akhir waktu  dapat terlihat bahwa ketimpangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang berbicara. Republik Romawi yang terstruktur militernya,  ada hirarki yang jelas, punya “fabricae” pabrik alat-alat perang milik negara, punya akademi-akademi militer, kesejahteraan prajurit melebihi kesejahteraan prajurit Amerika di perang dunia 1, kenyang asam garam  untuk menjajah mempecundangi mereka yang tertinggal dan proses kolonialisasi pun dimulai.

Proses itu kembali diulangi ketika setengah milenium kemudian Belanda, negeri kecil di bawah laut yang dimitoskan oleh si kolonial luasnya melebihi Indonesia, menaklukan negeri-negeri Nusantara yang beratus-ratus jumlahnya. Realistis bahwa peluru tidak mungkin dikalahkan oleh keris-keris empu walau dimitoskan keris-keris itu dapat terbang sendiri, meriam-meriam yang lajunya tak dapat tertahankan oleh barisan tameng  walau katanya dirapal mantra kyai dari arab, dan negeri-negeri nusantara itu bukanlah Indonesia. Mereka itu sekumpulan negeri yang saling berperang bahkan ada dalam satu negeri yang  berperang secara internal dan barbar. Anak membunuh bapak, saudara membunuh kepada saudaranya, ibu diperistri anaknya demi jabatan penguasa Raja. Nusantara Jatuh tapi lalu bangkit. Ekonominya bangkit  karena sumber daya mampu dimanfaatkan dengan baik oleh sang kolonialis . Stabilitas politiknya luar biasa jika dibandingkan sebelum dijajah, satu penguasa yaitu Gubermen, Gubernur Jenderal yang dipilih oleh negeri bunga tulip itu. Perang-perang saudara dan pemberontakan yang dapat ditekan karena superiornya militer kolonial jelas membuat stabilitas keamanan meningkat signifikan. Belanda memasukan kopi, tebu, cengkeh, dan sebagainya yang belum dikenal sebelumnya pada tanah subur Indonesia. Ilmu pengetahuan Eropa memberikan berkahnya pada negeri jajahan. Nusantara mengalami lompatan sipil jauh ke depan dari yang  seharusnya karena dijajah.

Cost yang dikeluarkan Belanda dalam menjajah Indonesia tidaklah kecil. Berapa nyawa sudah melayang karena hal ini, berapa gulden yang sudah diinvestasikan. Dikisahkan bahwa dalam masa pencarian “dunia baru” ini, seorang pelaut hidup dalam ketidakpastian. Jarak yang tidak menentu, keuntungan yang belum jelas, rindu keluarga di rumah, bahaya menanti di tempat tujuan dan memang akhirnya bahaya-bahaya di atas tadi benar-benar terjadi. Pelayaran bertahun-tahun tanpa hasil menemukan si “dunia baru”, hidup dalam dek-dek kapal kotor minim makanan bertahun-tahun. Badan mulai mengurus,  ada yang kakinya membusuk, gusi, gigi-gigi mulai berdarah, teman satu persatu mati dan terpaksa dijadikan makanan sendiri. Dan......., keajaiban itu datang....spicy Islands ditemukan, pulau rempah-rempah menganga di depan mata sebagai  ganjaran kerja keras berdarah-darah bangsa oranje.

Hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa Belanda mengubah negeri yang semi barbar ini mendekati sebuah nation pada abad tersebut. Belanda kehilangan banyak gulden dan nyawa, Nusantara kehilangan harga dirinya. Apakah ada yang lebih berharga daripada harga diri?. Dalam masalah hukum, rakyat Nusantara selalu menjadi kelas ketiga setelah bangsa-bangsa Eropa dan bangsa timur jauh. Hukum sebagai penguasa tertinggi pun mendiskriminasikan mereka. Dalam hal pendidikan, jangan harapkan pendidikan bermutu jikalau bukan keturunan ningrat. Tampaknya Belanda belajar betul dari pengalaman Spanyol ketika menjajah Flipina, rakyat Filipina memberontak dipimpin golongan intelektual mereka. dr Jose rizal dan kawan-kawannya membentuk organisaasi bernama Katipunan yang terstruktur dan rapi. Kalau ingin jujur, ini akibat Spanyol memberikan pendidikan Eropa yang jauh ketinggiannya kepada orang Filipina. Spanyol terusir....iya Spanyol terusir dan Filipina menjadi suatu Nation pertama di  Asia Tenggara di tahun 1800an. Bayangkan....negara terjajah yang dianggap bangsa barbar oleh penjajahnya punya Presiden sendiri!  Pendidikan itu luar biasa kekuatannya. Meski pada akhirnya akibat sandiwara perang antara Spanyol dan Amerika Serikat negara ini jatuh dalam cengkeraman Amerika. Kembali pada Indonesia, kalo diperbandingkan dengan Indonesia dengan Filipina  ada yang menarik. Vlekke dalam Bukunya “Nusantara” berkata adalah kesalahan  fatal Belanda enggan membangun perguruan-perguruan tinggi di Indonesia. Akibat politik etis, golongan terpelajar yang tidak buta huruf dari orang pribumi jumlahnya melebihi orang yang tidak buta huruf dari orang Belanda sendiri. Tentu saja dari golongan ini ada  yang melanjutkan ke perguruan tinggi dan perguruan tinggi ini tidak ada di Indonesia. Solusinya  lantas monarki Belanda pun menjadi tujuan mereka. Di belanda mereka belajar tentng apa itu “Nation”, karena dekat dengan Prancis mereka belajar pula tentang revolusi Prancis,juga  ajaran J.J Rosseau tentang persamaan, persaudaraan, dan kebebasan, singkatnya mereka melihat Eropa secara keseluruhan. Munculah golongan yang menjadi duri dalam daging kolonial, golongan nasionalis. Jangan lupakan pula tanam paksa dan Rodi. Vlekke menuliskan, kolonial menganggap bangsa Nusantara terlalu malas dan boros, lalu mereka tidak punya cukup uang untuk membayar pajak.Sebagai ganti membayar pajak, solusi logisnya adalah tanam paksa sehingga mereka tidak mengeluarkan uang dan penyakit malasnya teatasi. Namun,Tanam paksa menyeleweng dan perbudakanlah   bisa dikatakan yang terjadi. Jangan lupakan pula pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan. Dalam rangka menghadapi Inggris yang ssemakin dekat, dibangunlah jalan itu untuk meningkatkan mobilisasi pasukan. Karena keadaan darurat  menurut hemat saya segala cara akan  dihalalkan. Jalan itu selesai tetapi jumlah korban-korbannya mencengangkan. Perampasan-perampasan lahan untuk pabrik gula hasil kolusi Gubermen dengan Pejabat Lokal pribumi turut mewarnai kolonialisasi. Gula pada masa itu adalah industri strategis Hindia sebagaimana industri minyak di Timur Tengah dan untuk melebarkan sayapnya penyimpangan sebagaimana disebutkan di atas terjadi. Petani kehilangan lahan-lahannya dan mereka terpaksa bekerja sebagai buruh gula dengan upah lebih rendah daripada jika bertani. Pergundikan, pelecehan-pelecehan sebagai bangsa kalah perang, ketidaksetaraan. Yang Eropa selalu di atas, bahkan warga pribumi sendiri ingin diakui sebagai warga Eropa. Nusantara memang menjadi berkembang tetapi seharusnya bisa lebih berkembang jika Belanda lebih bijak.

Akhirnya, untuk menutup artikel ini saya akan menyitir  pernyataan Pram,
 “Jangan agungkan Eropa sebagai keseluruhan. Di mana pun ada yang mulia dan jahat....Kau sudah lupa kiranya, nak. Yang kolonial selalu iblis. Tak ada kolonial yang mengindahkan kepentingan bangsamu” (Anak Semua Bangsa).

Dirgahayu Indonesia-ku yang ke 67!!

Why Always (me) Pajak?”

Minggu, 15 April 2012

“Coba liat mas, gedung yang paling tinggi di ring road, kantor pemerintahan yang ada AC nya itu kantor apa? Yang parkirannya seperti showroom mobil itu, gedung apa?? Yang gaji pegawainya 10jutanan itu kantor apa?? Yang pegawainya “keceh” duit itu dari kantor mana?”

Pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang wajib pajak ketika saya dan teman kerja melakukan penagihan pajak di rumahnya. Terdengar dengan manis di nada suaranya tapi bermakna sarkatis dalam tafsirannya. Saya menginsyafi betul, nama instansi tempat saya bernaung ini sedang diserang oleh cacian dan cobaan yang bertubi-tubi dari berbagai pihak...mulai dari kasus Gayus, DW maupun Ajib....Belum lagi “rasan-rasan” di belakang yang tidak mengenakan hati. Seburuk itukah Direktorat Jenderal Pajak ?

Perpajakan adalah bagian vital dari suatu negara lebih-lebih di Indonesia. Ketika sektor migas belum bisa dimaksimalkan, maka 70%-80% duit negara ini didapat dengan cara memungut uang dalam bentuk pajak. Uang ini akan didistribusikan dalam APBN pada masing-masing kementerian. Jadi, institusi pajak yang mengumpulkan adapun tanggung jawab penggunaannya ada pada masing-masing kementerian. Salah apabila ada yang bilang jalan rusak, jembatan roboh, PLN byar pet, sekolah ambruk karena uangnya dikorup oleh pegawai pajak....NO NO....masing-masing Kementerian-lah yang mengelolanya. Misal, kementerian Pekerjaan Umum (FYI mereka mendapat pembagian jatah uang apbn terbesar setelah Pertahanan)....merekalah yang bertanggung jawab membangun gedung-gedung, jembatan, infrastruktur. Pendidikann ada di kementerian pendidikan, dan sebagainya.

next gunjingan...”Uang pajak dikorup pegawainya?”
pertanyaan saya “Pernahkah bikin NPWP lantas menyampaikan laporan dan membayar pajak??”.
kalo belum (pantas tidak tahu :p), mohon cari satu saja kantor pajak yang uang pajaknya diterima oleh pegawainya...saya jamin tidak ada. Mekanisme pembayaran pajak adalah melalui surat setoran pajak (SSP) yang disetor sendiri ke bank persepsi (bank yang ditunjuk pemrintah) atau kantor pos. Gimana mau “diunthet” wong wajib pajak sendiri yang mbayar langsung ke negara.
Oia, satu lagi. Misal dah bikin NPWP...coba deh keluarkan kartu2 dari dompet, lantas ingat-ingat mana yang bikinnya paling cepet...mana yang bikinnya tanpa biaya alias gretongan....mana yang bikinnya gak pake syarat ribet nyiapin ini itu :D.
Pajak (DJP) itu juga punya prestasi jugak lah. Gak nista selamanya. Dari sisi pelayanan administrasi, menduduki peringkat ke-2 setelah KPPN (perbendaharaan). Orang yang pernah bikin NPWP pasti paham maksudnya , gak sampai setengah jam dah kelar. KPK juga bikin survey integritas pada instansi-instansi pemerintah. Hasilnya, pajak dinilai 7,65 dari nilai maksimal 10. Jauh di atas standar KPK yaitu 6.0. Untuk kode etik dinilai 9, 73 (dari skala 10) dan untuk promosi anti korupsi 9, 82 (dari skala 10). Untuk pelayanan, survey dilakukan oleh IPB dengan hasil 3, 79 (dari skala 4).....liat di portal DJP atau okezone.com coba.

Lah...baik-baik mulu...itu liat di TV..Gayus...Ajib....Dhana....? itu konkret bahwa pegawai pajak itu nakal nakal kan??
Gayus emang nakal bro. Semua pegawai pajak juga mengakuinya. Maen-maen di keberatan seenak udelnya sendiri. Rekening gendut Dhana? Belum terbukti. Jadi mesti ada asas presumption of innocence (praduga tak bersalah), Ajib gimana? Ajib itu rekeningnya gendut karena dia nampung Gaji rapelan seluruh lulusan stan yang baru digaji setelah magang beberapa lama. Jadi nominalnya besarr banget

Oia, ngomong-ngomong tentang rekening gendut, yang punya itu bukan hanya pegawai pajak saja lo. Di Polri atau tentara.....atau pejabat2 di kementerian lain juga banyak. Jadi mengutip kata-katanya Balloteli “why always me pajak?”.....saya juga bingung.