Perjalanan

Selasa, 15 Januari 2013




aku membayangkan, 
kita berjalan berdua dalam satu genggaman. 
perjalanan panjang dalam kilas dua kilas kenangan. 
aku menatap, kau merasakan. 
perjalanan tidak mudah, katamu dalam ketenangan.
aku tahu engkau benar demikian.
badai akan selalu menerpa harapan. 
puyuh bisa merubuhkan keyakinan. 
guntur membikin kita gamang akan tujuan. 
tapi, aku punya engkau kan? 
ku kecup kening mu yang basah menawan. 
bibirmu pun lantas membisu tersentak dalam keheningan. 
di ujungnya, aku dan engkau sadar ada yang hilang tak tersisa sezarahpun. 
aku tahu, aku telah melakukan perjalanan yang mengesankan. 
kau juga tahu, walau tanpa ucapan.

R.I.P (Read In Process)

Minggu, 13 Januari 2013

Mendadak pengen me-list buku hasil kalap diskon 30 persen kemarin. Mungkin ada teman yang sealiran? Boleh dicoba kakak :D

1. Catatan Perang Korea- Mochtar Lubis




Akibat euforia nonton film berjudul “Frontline” yang bercerita konflik yang menyebabkan  silih bergantinya kepemilikan bukit Aero-k antara Korut dan Korsel, saya semakin penasaran dengan sejarah dua negara bersaudara ini. Bukunya yang tipis, menarik untuk dibaca sekedar pemuas penasaran sesaat. Dikarang oleh Muchtar Lubis, suatu hal yang juga  menarik saya untuk membelinya. Saya dulu pernah membaca novelnya berjudul Harimau! Harimau! dan menurut saya sangat bagus dan menghibur. Semoga buku ini juga tidak mengecewakan mengingat dia bukanlah sejarawan tetapi sebagai wartawan yang diutus PBB untuk meliput di Korea. Mochtar di sini membuat kesimpulan perang adalah “keruntuhan peri kemanusiaan” dan mengecam Amerika sebagai dalang perang serta menyamakannya dengan aksi polisionil Belanda dalam agresi militernya di Indonesia.


2.Engineers of Happy Land – Rudolf Mrazek





Bercerita tentang perkembangan teknologi dari sebuah negara terjajah bernama Indonesia. Perkembangan transportasi, arsitektur, teknologi optik, baju dan pakaian. Dalam bab lain juga dikupas tentang radio dan stasiunnya secara analitis. Juga, terdapat penjelasan tentang perkembangan kehidupan intelektual di Indonesia kala itu. Membaca buku ini, semacam saya melihat bagaimana cara-cara dahulu kakek buyut saya hidup dengan teknologi yang ada. Dalam promosi bukunya dikatakan: “buku ini tepat dibaca oleh anda yang ingin menelusuri akar sejarah perkembangan teknologi dan akar historis nasionalisme Indonesia”



3.Sejarah Teror – Lawrence Wright




Jujur, ketika membeli buku ini saya agak sangsi tentang obyektifitasnya. Buku ini berisi tentang cerita detail mengenai peristiwa yang mengarah pada tragedi 11 September di Amerika. Tentang Osama Bin Laden, tentang Ayman al- Zawahri dan tentang orang-orang yang terkait dengannya, tentang lika-likunya FBI dalam memecahkan kasus agar tragedi 11 September ini tidak terjadi, walau pada akhirnya harus  terjadi. Kesangsian ini karena seringnya media-media Amerika yang menggunakan tragedi ini sebagai penarik massa. Saya tergerak untuk membelinya karena ada stempel penghargaan Pulitzer yang tertera di buku ini, dan juga tentu saja karena kepenasaran saya inside 11 September



4.Commando Vol. VIII Edisi 6







Kebetulan majalah kemiliteran ini mengulas tentang ATGM-Javelin si pembunuh MBT(Main Battle Tank) yang paling pintar  dan Leopard, MBT Terkuat saat ini, yang mana keduanya akan datang mengisi  jajaran alutsista  Indonesia dalam waktu dekat. Tidak ketinggalan pula, sebagai konsekuensi pembelian Leopard dibeli juga tank angkut pasukan yang bisa mengimbanginya yaitu Tank Marder buatan Jerman yang juga diulas dalam majalah ini. Topik menarik lainnya adalah sistem pertahanan rudal Israel:  Iron Dome yang secara statistik sukses menghadang rudal-rudal Palestina walau opini dalam negeri di Indonesia menyinyirkannya. Menurut saya, ini merupakan pembelajaran bahwa sistem ini tergolong ampuh terlepas siapa negara yang menggunakannya dan negara yang rawan konflik dengan Indonesia seperti Singapura pun diam-diam  sudah membelinya. Ini sebagai antisipasi kalau-kalau ada konflik dua negara dan semoga saja tidak terjadi :D



5. Supernova – Dewi Lestari







Nah, kalau buku ini adalah hasil sisi ababil yang tergoda. Akibat diskon 30 persen, manusia selalu berpikiran “mumpung diskon” alias aji mumpung. Sedikit bisikan saja dari teman yang menyatakan buku ini bagus, maka dibelilah ia. No comment dulu untuk buku ini, soalnya saya sudah lama tidak baca novel dan memang novel ini belum dibaca K ada yang sudah tahu?

Petualangan PokTunggal Beach

Kamis, 10 Januari 2013




Sepasukan marinir Amerika mendarat dengan mulusnya di pasir pantai pulau Iwojima. Mereka bersyukur amtrac, kendaraan penghubung kapal ke pantai, yang mereka tumpangi tidak dibinasakan oleh upaya pertahanan pantai kekaisaran Jepang. Mereka berpikir betapa dungunya tentara Jepang yang tidak menyerang mereka selagi masih berada di amtrac, dimana mereka tidak memiliki daya pertahanan yang memadai terhadap mitraliur, pesawat, dan senapan mesin musuh. Mendadak kebahagiaan sesaat tersebut dihentikan dalam kilasan sekejap api yang memancar dari bukit, disusul suara memekakan telinga. Marinir Amerika dihabisi laiknya penjagalan sapi akibat senapan-senapan mesin yang Jepang tanam dalam bukit beserta tank yang kehabisan bahan bakar yang sengaja Jepang posisikan di atas bukit, menunggu dengan sabar marinir Amerika masuk ke dalam jepitan bukit dan dihancurleburkan. Belakangan, hanya tubuh tergolek tak bernyawa disana-sini akibat bukit sialan yang menjadi sebab musabab fubar-nya mereka saat itu. Tidak cukup hanya itu, di belakang sistem perbukitan ini membentang gunung suribachi yang dijadikan gunung-benteng ditopang berbagai senapan mesin , howitzer, mortar, sniper dan infantri jepang yang siap mati dengan semangat bansai yang diperparah dengan gua bawah tanahnya yang dapat menyediakan logistik secara efisien. Kali ini, jenderal-jenderal Amerika dibuat pusing bukan kepalang akibat sistem pertahanan berbukit-bukit ini
 suribachi Indonesia
gunung suribachi, Iwojima Jepang

Okay, di atas adalah cerita saya mengenai kesan manakala mengunjungi daerah pantai…yang kali ini di Indonesia. Pantai yang secara khas dikelilingi bukit-bukit tinggi, yang ketika kita naik di atasnya memberikan cakrawala memadai tentang luasnya pantai yang ada ini. Saya disini bukan untuk menghabisi agresor-agresor asing yang mencoba menyerbu negara, hanya sekedar menghabisi efek samping rutinitas yang kalau seorang prajurit berisiko terbunuh fisiknya, bagi saya bisa membunuh jiwa akibat kemonotonannya.

Roda motor masih bergulir diiringi sesekali decit rem akibat jalan menikung tajam di sana-sini. Serombongan pemuda malam itu bertekad kuat menemukan pantai serupa Iwojima versi saya (hehe), di depan ada Wendi dan Septri yang berboncengan dengan mesranya, sepeda motor di belakangnya dihuni rajapliket Dani more dengan adiknya Dion, saya bersama Supri yang tidak pakai mesra, dan paling belakang ada Gecol yang memboncengkan Arik Suketi. Saya amat-amati dari kaca spion mereka suka sekali memperlambat laju sepeda motor dengan sesekali si Gecol mengerem-rem. Entah apa maksudnya :|



Badan saya sudah capek sekali, dimana saya berangkat siang hari dari Temanggung yang sejuk dan melewati jalan-jalan lebarnya, mendadak saya harus menelusuri jalan-jalan sempit penuh tikungan kabupaten Gunungkidul di malam hari dalam pencarian sebuah pantai yang masih jarang dikunjungi. Jalan seakan tiada habisnya, mengingatkan saya cerita semasa kecil ada orang yang di-sasar-kan wewe sehingga berjalan terus-terusan pada jalan tiada berujung, hiiiiii. Pikiran suudzon saya terselamatkan manakala melihat sebuah papan yang tersematkan tulisan yang dari tadi dicari-cari. Papan ini terletak sesaat setelah kendaraan kami melewati pantai indrayanti. Sebuah papan bertuliskan “Pantai Pok Tunggal”. Saking girangnya, saya pun kayang, sujud syukur,nangis darah, berpelukan dengan teman-teman (oke, ini lebay!)



Rasanya kami terlalu cepat bersyukur. Sebagai pantai yang berbukit-bukit, untuk mengakses poktunggal dari jalan raya kami harus menuruni turunan yang lumayan curam dengan sisi kanan atau terkadang sisi kirinya terdapat jurang. Pun, daerah ini baru saja diguyur hujan lebat lalu kombinasi antara batu kapur dan air hujan (fyi: jalan ini belum diaspal, hanya beralaskan batu kapur) adalah kombinasi mematikan untuk motor mengalami yang namanya tergelincir. Motor saya memiliki ban belakang yang nyaris gundul alurnya dan ini bencana. Saya belum menyadari kemungkinan-kemungkinan ini, setelah akhirnya saya tergelincir dan selangkangan saya terasa sakit sampai beberapa hari haha. Alhamdulilah, tidak nyosor ke jurang.

Akhirnya, dengan penuh perjuangan dan senam jantung, motor selamat mendarat di pantai pok tunggal yang walaupun menempuh jarak satu kilo tetapi rasanya berkilo-kilo. Pantai ini dapat dimasuki tanpa membayar tiket dan ada jasa penjagaan motor dari penduduk sekitar sepanjang malam plus penyewaan tenda, jadi kami langsung memarkirkan motor dan berlari kencang menuju bibir pantai. Nesting kami keluarkan dan saya tidak bisa lagi menahan rasa untuk menikmati kenikmatan seteguk dua teguk kopi diiringi suara deburan ombak di tengah hangatnya persahabatan. Oh iya, sebelum minum, tenda harus didirikan dulu karena kami berencana menginap di pantai malam itu juga. Datang ke pantai saat hari terang dan mandi untuk kemudian pulang sudah teramat jamak dilakukan .......dan itu membosankan, maka mencoba sesuatu yang baru memang selalu menyenangkan. 
penampakan


Akhirnya setelah kopi terminum, Indomie lumer di dalam perut dan obrolan-obrolan ngawur bin pliket di malam hari, kami beranjak ke peraduan. Saya setenda bersama teman-teman yang lain. Adapun wanita perkasa, Arik Suketi menawarkan dirinya tidur di luar tenda walaupun sudah dicegah mengingat tenda memang dipersiapkan berlebih dua biji. Gecol yang menurut redaksi Arik tidak tega (saya meragukan kata tidak tega ini) pun menemani di luar, beratapkan bintang-bintang bersinar, diiringi angin darat pantai, bersuarakan debur ombak. Oh....seakan dunia hanya milik berdua (sori kalau saya nakal, balas dendam postingan blog di sini dan di sini :p)

 Perlahan cahaya matahari menerobos kisi-kisi tenda. Dan inilah saat yang tepat untuk bangun, Sholat subuh dan kemudian menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah. Pantai poktunggal yang masih perawan menjanjikan kebeningan airnya untuk ditapaki, deretan bukit menggoda untuk didaki, hangat sinar mentari terlalu sayang tanpa dirasai. Akhirnya diputuskan untuk berjalan-jalan terlebih dahulu di pantai yang berkarang-karang ini 





setelah puas mengamati ombak, flora, fauna dan sedikit ngobrol dengan penduduk sekitar, acara selanjutnya adalah mendaki bukit-bukit yang ada di sekitar pantai. Saya pikir, bukit-bukit ini adalah khasnya pantai pok tunggal sehingga rugi rasanya kalau ke pok tunggal tanpa mendakinya apalagi untuk mendapati bukit ini harus berkorban nyawa ngglangsar pada jalan menurun (alah lebay!)







Menurut pengakuan warga sekitar, jika beruntung kita bisa melihat gerombolan kan kecil dari puncak bukit ini :DSetelah snack yang di bawa ke atas habis (terutama dihabisi oleh Danimorr) dan nafsu narsis kami terpuaskan, diputuskan untuk turun dan mandi untuk segera pulang. Sayangnya, ada beberapa manusia yang berpikiran tidak afdhol rasanya kalau ke pantai tanpa bercumbu dengan ombak-ombaknya. Inilah tampng sok tidak berdosa manusia-manusia tersebut









Akhirnya kita tiba di penghujung cerita ini sekaligus penghujung perjalanan ini. Semua personel mandi di pemandian umum yang tersedia banyak sekali di sini, lantas disuguhi jagung bakar dan kopi hitam pekat kesukaan saya oleh pemilik tempat parkir. Mungkin sebagai konsekuensi dia yang baru saja konsultasi pajak haha. Hujan pun turun seakan ingin mensinkronkan antara saat kami datang dan saat kami pulang dan dengan demikian perjalanan ini ditutup dengan distaterkannya sepedamotor menuju asalnya masing-masing. Tamat.








Dari atas, aku memandang lautan luas dan aku sedikit merasa hampa. Apa benar aku manusia yang sebagaimana selama ini? Lantas kesadaran itu pun datang, aku memandang diriku terlampau besar.





credit foto: Arik, Dani

Kerjaan Kala Liburan Kurang Kerjaan

Minggu, 06 Januari 2013

Karena bosan, maka saya pun memungut pensil, bolpoin, penghapus.............:D





kapten                : Luffy
navigator            : Nami
inventory, sniper : Usop
ahli Pedang        : Zoro
koki                   : Sanji
arkeolog            : Nico Robin
ahli kapal           : Franky
dokter               : Chopper


Semarang Itu.....

Rabu, 02 Januari 2013

Seorang bijak pernah berkata bahwa berkunjung ke tempat-tempat yang belum pernah kita datangi membuka persepsi baru kita akan suatu hal. Entahlah, mungkin perjalanan demi perjalanan itu yang membuat saya “nagih” adalah banyaknya hal-hal yang baru yang kita temukan. Entah itu adat istiadat, gaya hidup, pandangan politik, arsitektur bangunannya, makanan khasnya, wajah manis wanitanya atau apalah itu. Okelah, sudah cukup saya berfilsafat ria :D

Semarang adalah salah satu kota yang jarang saya kunjungi. Mungkin ada setangkup rasa malas ketika memikirkan kota yang berada di pesisir pantai yang memiliki panas di atas rata-rata, udara lembab khas pantainya, dan kepadatan penduduknya sebagai kota besar di Jawa. Memikirkan Semarang sama seperti ketika saya memikirkan Jakarta, annoying. Belum lagi dengan daftar jalan berkelok-kelok nan sempit  yang mesti saya lewati. Daftar ini mesti ditambahi lagi dengan truk-berbadan-dua (jangan mikir jorok :D) yang bersliweran di jalanan menuju kota ini, kota yang membuat saya berpikir dua kali ketika berencana menyambanginya *pukpuksemarang*

well, itu adalah pemikiran picik seorang yang memandang sesuatu hanya dari statistik dan data-data belaka. Karena itulah, klasik tetapi relevan adalah peribahasa “tak kenal maka tak sayang”

Pagi itu, motor supra-X 125 saya geber dengan kecepatan minimum mengingat jalan berbukit-bukit yang hanya beralas bebatuan bukan aspal yang harus saya lewati. Karena ulah GPS sialan, saya mesti membelah bukit demi bukit, menghindari jalan becek dan berlumpur setelah hujan, dan sesekali membuka GPS di HP. Rendezvouz adalah di Umbulsidomukti, (seperti puncaknya semarang, atau dieng-nya Wonosobo), dengan H-Hour  0700. Saya, yang hobi ngaret parah inipun sampai disana jam 10:00 dan teman-teman sudah selesai berenang di pemandian haha *pukpukself*. Oh, iya sebelumnya peserta ada Visa, dani, harvi, kampes, wika, bowok, hadi, bang yudha. 




Umbul sidomukti disamping menawarkan pemandian juga ada flying fox dan marina bridge, tetapi kelihatannya banyak teman-teman yang tidak minat K



Setelah foto-foto narsis sebentar  dengan bokong kuda perjalanan dilanjut ke tujuan selanjutnya, Candi Gedong 9.



Gedong 9 adalah sebuah candi Hindu, yang bisa dilihat dari arca-arcanya yang menggambarkan dewa-dewa agama asli India ini. Udara dingin memaksa kami (lebih tepatnya menggoda) untuk menikmati semangkok bakso hangat atau nikmatnya kuah mie ayam diselingi wedang Jahe yang mantap. Setelah memarkir kendaraan dan makan, akhirnya kami ciao ke loket dan bersiap mendaki. Mendaki karena medannya persis sekali ketika kita mendaki gunung, sehingga disarankan membawa purwaceng minuman yang banyak yang banyak. Saya belum menemukan filosofi kenapa kebanyakan candi-candi Hindu dibangun di dataran-dataran tinggi, sebut saja Candi Arjuna di dieng, candi gedong 9 ini, atau candi pringapus di Temanggung.  Mungkin, agar lebih dekat dengan Tuhannya. Mungkin. Kebetulan ini hari libur, sehingga banyak betul pengunjung yang rata-rata adalah rombongan keluarga. Walau namanya Gedong 9, jangan tekecoh ya jika candi disini Cuma 5. Mungkin yang 4 belum selesai atau belum bisa direkonstruksi kembali. Berbeda dengan borobudur, situs ini terdiri dari banyak candi dan untuk berpindah dari satu candi ke candi lain dibutuhkan usaha ekstra keras, soalnya harus melewati jalan yang menanjak. Oh, iya bagi anda penikmat pemandian air panas di puncak situs ini ada juga loh. Juga disini bisa ditemukan semburan asap belerang nan eksotis seperti ini hahaha

lelah berjalan di tempat ibadah umat Hindu, kami melanjutkan perjalanan selanjutnya ke tempat ibadah umat Budha, pagoda. Pagoda ini masih berfungsi sebagai tempat ibadah umat Budha. Sehingga masih terawat dan bersih disana-sini. Menilik banyaknya tulisan China, patung dewi kwan Im dan Dewa-dewa berzirah khas kebudayaan China, bisa disimpulkan pagoda ini adalah hasil akulturasi bangsa India dan Bangsa China.




Selepas hasrat terpuaskan (hasrat?), perjalanan dilanjutkan ke objek wisata kota Semarang yang semakin marak akibat program tidak bermutu di sebuah stasiun televisi, Lawang sewu.

Setelah memenjatkan doa ke haribaan Allah a.k.a Sholat, perjalan dilanjut menggunakan mobil baru si Wika (ihirrr) ke objek wisata lawang sewu, bangunan peninggalan Belanda yang keangkerannya terkenal ke pelosok seluruh Indonesia. Sayang seribu sayang, objek ini ditutup. Mungkin karena sampai sana terlalu malam sih, next time mungkin bisa dikunjungi lagi. Jadi hanya sekedar mengitari sekeliling lawang sewu dan bergumam, oh ini to lawang sewu. Rasa lapar mendorong mobil berhenti di angkringan di taman KB, depan SMA 1 Semarang. Daerah yang sudah ditata dengan apik oleh pemkot Semarng untuk menertibkan pedagang angkringan, kaki lima, atau sejenisnya dengan fasilitas gerobak dan tempat strategis. Dan seperti biasa, obrolan-obrolan khas Warkop sebagaimana masamasa kuliah dulu pun mengalir.

Saya sudah capek, tapi mubadzir juga kalo ke Semarang tidak ke masjid raya Jawa tengah.  Dilihat dari ukuran, masjid ini memang tergolong besar sekali, saking besarnya ada space yang lolos dari keamanan dan digunakan untuk pacaran haha. Woi, masjid buat pacaran! Di hotel saja sanah (Hush!!) dan khasnya, di masjid ini ada semacam kanopi yang mirip seperti kanopi di masjidil haram Arab yang bisa terbuka atau tertutup secara mekanis. Karena terlalu malam, ya akhirnya Cuma sebantar saja di sana sehabis diusir security
K

perjalanan  selanjutnya mengitari kota semarang dengan segala macam hiruk pikuk gemerlapnya sebagai kota besar di Jawa, simpang lima sebagai pusatnya kota semarang, lalu ada warung makan ayam lombok ijo yang saking ramenya, pelanggannya meluber sampai ke luar,lalu melewati  kota lama. Kota khas dan iconic dari semarang peninggalan kolonial Belanda yang membentang luas tetapi tidak dihuni mengingatkan kita semacam perasaan kuno tetapi menawan akan kejayaan masa lampau.

Akhirnya perjalan berakhir juga dengan diparkirkannya mobil si Wika.  Saya, visa, dan bowo  berencana pulang malam itu juga. Dengan motor mengarungi tikungan-tikungan gelap nan sempit diiringi salib menyalib dengan truk truk gandeng.Rombongan yang lain, mengingat jauhnya perjalanan pulang yang akan mereka lakoni memutuskan menginap di masjid dan pulang keesokan harinya. Setelah menghangatkan diri dan men-celekke mata di angkringan terdekat, motor saya geber full throttle bersama duo magelang visa-bowok.

Sayonara Semarang,  salam manis dari saya ya...:D