Semarang Itu.....

Rabu, 02 Januari 2013

Seorang bijak pernah berkata bahwa berkunjung ke tempat-tempat yang belum pernah kita datangi membuka persepsi baru kita akan suatu hal. Entahlah, mungkin perjalanan demi perjalanan itu yang membuat saya “nagih” adalah banyaknya hal-hal yang baru yang kita temukan. Entah itu adat istiadat, gaya hidup, pandangan politik, arsitektur bangunannya, makanan khasnya, wajah manis wanitanya atau apalah itu. Okelah, sudah cukup saya berfilsafat ria :D

Semarang adalah salah satu kota yang jarang saya kunjungi. Mungkin ada setangkup rasa malas ketika memikirkan kota yang berada di pesisir pantai yang memiliki panas di atas rata-rata, udara lembab khas pantainya, dan kepadatan penduduknya sebagai kota besar di Jawa. Memikirkan Semarang sama seperti ketika saya memikirkan Jakarta, annoying. Belum lagi dengan daftar jalan berkelok-kelok nan sempit  yang mesti saya lewati. Daftar ini mesti ditambahi lagi dengan truk-berbadan-dua (jangan mikir jorok :D) yang bersliweran di jalanan menuju kota ini, kota yang membuat saya berpikir dua kali ketika berencana menyambanginya *pukpuksemarang*

well, itu adalah pemikiran picik seorang yang memandang sesuatu hanya dari statistik dan data-data belaka. Karena itulah, klasik tetapi relevan adalah peribahasa “tak kenal maka tak sayang”

Pagi itu, motor supra-X 125 saya geber dengan kecepatan minimum mengingat jalan berbukit-bukit yang hanya beralas bebatuan bukan aspal yang harus saya lewati. Karena ulah GPS sialan, saya mesti membelah bukit demi bukit, menghindari jalan becek dan berlumpur setelah hujan, dan sesekali membuka GPS di HP. Rendezvouz adalah di Umbulsidomukti, (seperti puncaknya semarang, atau dieng-nya Wonosobo), dengan H-Hour  0700. Saya, yang hobi ngaret parah inipun sampai disana jam 10:00 dan teman-teman sudah selesai berenang di pemandian haha *pukpukself*. Oh, iya sebelumnya peserta ada Visa, dani, harvi, kampes, wika, bowok, hadi, bang yudha. 




Umbul sidomukti disamping menawarkan pemandian juga ada flying fox dan marina bridge, tetapi kelihatannya banyak teman-teman yang tidak minat K



Setelah foto-foto narsis sebentar  dengan bokong kuda perjalanan dilanjut ke tujuan selanjutnya, Candi Gedong 9.



Gedong 9 adalah sebuah candi Hindu, yang bisa dilihat dari arca-arcanya yang menggambarkan dewa-dewa agama asli India ini. Udara dingin memaksa kami (lebih tepatnya menggoda) untuk menikmati semangkok bakso hangat atau nikmatnya kuah mie ayam diselingi wedang Jahe yang mantap. Setelah memarkir kendaraan dan makan, akhirnya kami ciao ke loket dan bersiap mendaki. Mendaki karena medannya persis sekali ketika kita mendaki gunung, sehingga disarankan membawa purwaceng minuman yang banyak yang banyak. Saya belum menemukan filosofi kenapa kebanyakan candi-candi Hindu dibangun di dataran-dataran tinggi, sebut saja Candi Arjuna di dieng, candi gedong 9 ini, atau candi pringapus di Temanggung.  Mungkin, agar lebih dekat dengan Tuhannya. Mungkin. Kebetulan ini hari libur, sehingga banyak betul pengunjung yang rata-rata adalah rombongan keluarga. Walau namanya Gedong 9, jangan tekecoh ya jika candi disini Cuma 5. Mungkin yang 4 belum selesai atau belum bisa direkonstruksi kembali. Berbeda dengan borobudur, situs ini terdiri dari banyak candi dan untuk berpindah dari satu candi ke candi lain dibutuhkan usaha ekstra keras, soalnya harus melewati jalan yang menanjak. Oh, iya bagi anda penikmat pemandian air panas di puncak situs ini ada juga loh. Juga disini bisa ditemukan semburan asap belerang nan eksotis seperti ini hahaha

lelah berjalan di tempat ibadah umat Hindu, kami melanjutkan perjalanan selanjutnya ke tempat ibadah umat Budha, pagoda. Pagoda ini masih berfungsi sebagai tempat ibadah umat Budha. Sehingga masih terawat dan bersih disana-sini. Menilik banyaknya tulisan China, patung dewi kwan Im dan Dewa-dewa berzirah khas kebudayaan China, bisa disimpulkan pagoda ini adalah hasil akulturasi bangsa India dan Bangsa China.




Selepas hasrat terpuaskan (hasrat?), perjalanan dilanjutkan ke objek wisata kota Semarang yang semakin marak akibat program tidak bermutu di sebuah stasiun televisi, Lawang sewu.

Setelah memenjatkan doa ke haribaan Allah a.k.a Sholat, perjalan dilanjut menggunakan mobil baru si Wika (ihirrr) ke objek wisata lawang sewu, bangunan peninggalan Belanda yang keangkerannya terkenal ke pelosok seluruh Indonesia. Sayang seribu sayang, objek ini ditutup. Mungkin karena sampai sana terlalu malam sih, next time mungkin bisa dikunjungi lagi. Jadi hanya sekedar mengitari sekeliling lawang sewu dan bergumam, oh ini to lawang sewu. Rasa lapar mendorong mobil berhenti di angkringan di taman KB, depan SMA 1 Semarang. Daerah yang sudah ditata dengan apik oleh pemkot Semarng untuk menertibkan pedagang angkringan, kaki lima, atau sejenisnya dengan fasilitas gerobak dan tempat strategis. Dan seperti biasa, obrolan-obrolan khas Warkop sebagaimana masamasa kuliah dulu pun mengalir.

Saya sudah capek, tapi mubadzir juga kalo ke Semarang tidak ke masjid raya Jawa tengah.  Dilihat dari ukuran, masjid ini memang tergolong besar sekali, saking besarnya ada space yang lolos dari keamanan dan digunakan untuk pacaran haha. Woi, masjid buat pacaran! Di hotel saja sanah (Hush!!) dan khasnya, di masjid ini ada semacam kanopi yang mirip seperti kanopi di masjidil haram Arab yang bisa terbuka atau tertutup secara mekanis. Karena terlalu malam, ya akhirnya Cuma sebantar saja di sana sehabis diusir security
K

perjalanan  selanjutnya mengitari kota semarang dengan segala macam hiruk pikuk gemerlapnya sebagai kota besar di Jawa, simpang lima sebagai pusatnya kota semarang, lalu ada warung makan ayam lombok ijo yang saking ramenya, pelanggannya meluber sampai ke luar,lalu melewati  kota lama. Kota khas dan iconic dari semarang peninggalan kolonial Belanda yang membentang luas tetapi tidak dihuni mengingatkan kita semacam perasaan kuno tetapi menawan akan kejayaan masa lampau.

Akhirnya perjalan berakhir juga dengan diparkirkannya mobil si Wika.  Saya, visa, dan bowo  berencana pulang malam itu juga. Dengan motor mengarungi tikungan-tikungan gelap nan sempit diiringi salib menyalib dengan truk truk gandeng.Rombongan yang lain, mengingat jauhnya perjalanan pulang yang akan mereka lakoni memutuskan menginap di masjid dan pulang keesokan harinya. Setelah menghangatkan diri dan men-celekke mata di angkringan terdekat, motor saya geber full throttle bersama duo magelang visa-bowok.

Sayonara Semarang,  salam manis dari saya ya...:D

0 komentar:

Posting Komentar