Tak Harus Menggali Perut Bumi Untuk Mencari Emas: Bukit Sikunir

Sabtu, 02 November 2013



Sewaktu kecil, dulu sekali berarti, orang tua saya sering sekali mengajak ke berbagai tempat. Untuk berekreasi, untuk mengunjungi dan belajar ke berbagai tempat karena pekerjaan orang tua saya memungkinkan untuk itu. Entah mengapa ketika dewasa saya sering merasa dejavu ketika mengunjungi suatu tempat yang belakangan walau lupa-lupa ingat ternyata saya pernah mengunjungi tempat itu. Ternyata, daya ingat manusia memang benar-benar terbatas. Padahal ingatan yang dikandung di dalamnya seringkali kenangan-kenangan berharga yang sangat saying jika hilang. Untuk itulah, akhir-akhir ini saya berjanji, bukan berjanji sih tepatnya hanya sekedar berniat kepada diri sendiri untuk merekam melalui tulisan perjalanan yang sudah saya lalui.

Untuk rekaman kali ini, adalah suatu bukit yang berdiri…harusnya saya bumbui dengan kata angkuh setelah ini agar berkesan gahar…tapi nggak ah, bukit ini tidak berdiri angkuh seperti halnya pakubumi pakubumi lainnya di pulau jawa. Ia hanya bukit saja yang terletak di dataran tinggi dieng. Bukit Sikunir.
Disini bukan tingginya yang harus dilebaykan tetapi sunrise yang ia hasilkan yang patut dilebaykan ), penduduk sekitar menyebutnya “Golden Sunrise”. Saya yang mendengarnya sebelum mendaki jelas harus skeptis karena belum melihat sunrise-nya dengan mata kepala sendiri.
Perjalanan kesana cukup ditempuh dengan motor mati-segan-hidup-pun-letoy akibat keuzurannya dari Tobacco Town a.k.a Temanggung Bersenyum bersama Simbah, Arik dan Silvi. Sebelumnya ketiganya sudah pusing mencari kompor di kota Magelang gak ketemu-ketemu. Duh…kota Magelang duh XD.

Dengan H-Hour ditentukan jam 13.00 dan sebagai masyarakat Indonesia yang baik kami pun berangkat…….menjelang Ashar. Sesampai di sana suasana sudah gelap dan dinginnya udara terlalu ngawur untuk ukuran anak Jakarta seperti saya *muntah*. Namun, akibat suatu insiden mendadak badan saya hangat kembali walau perut terkocok. Insiden timbulnya aliran baru dalam persholatan. Entah karena udara dingin atau apa otak ini tidak bekerja terlalu baik sampai-sampai sholet pun harus diulang beberapa kali atau karena dinginnya udara membuat fals nya suara seseorang yang membuat orang lain yang terkena sindrom dingin dan membekukan otak menanggapi secara sensitive suara itu -_-

Motor nyaris-sakaratul-maut saya touchdown dengan sedikit turbulensi. Setelah melepas sauh saya pun melangkah ke daratan dan berkata Eureka!. Oke, ini ngawur saya akibat udara dingin maksimal. Tenda yang saya bawa pun dibuka dan dirakit satu demi satu dengan penerangan seadanya. Akhirnya dua tenda berdiri, satu gagah perkasa, satunya lagi bernasib sama dengan motor saya, berdiri Cuma kalo dioles purwac*ng. *hush!*
Arik Mariyanti yang napsuan…napsu tidur maksudnya pun seketika masuk tenda dengan Silvi. Entah kenapa anak muda zaman sekarang tidak tahu moral lagi. Cowok Cewek tinggal satu atap begitu.

Hahahaha. DENDAM KESUMAT blog sini terbalaskan : )))))

Kami bangun menjelang subuh untuk sahur, walau nantinya saya mokah akibat flu *alesaaaan*

Lalu dilanjut hiking berjamaah dengan penerangan seadanya mengejar Sunrise yang katanya Golden…..

Satu dua tiga langkah….cih enteng kali……
langkah ke tiga ratus anam puluh Sembilan koma anam puluh Sembilan napas ini sudah memburu tak karuan dan mata sudah jelalatan berkunang-kunang. Doh, kapan sampai ini. Ketika tersadar Ternyata saya sudah di Istana Langit ketemu Raja langit. Alamaaak…kebablasan. “Dewa Erlang pinjam anjing langit buat mengantar saya pulang!” -_- Oke ini juga fiktif dan bumbu biar cerita ini makin Hot dan Menjual. Cerita sebenarnya saya diantar elang Indosiar -_-

Setelah kaki digerakan degan penuh pengharapan. Berharap sunrise yang akan kita temui disana adalah yang Golden bukan Perak atau Tembaga apalagi Besi Berkarat ……..
drumroll1
 .
drumroll2
 .
dromroll3.
.
Ladies and gentleman…I introduce you here…Precious Gift from our Creator. The reason why we should be proud as an Indonesian .Golden Sunrise of Sikunir.






Bonus ketika di atas...View telaga cebong dan desa tertinggi di pulau Jawa, desa sembungan dari ketinggian







Perjalanan Turun ke bawah







Mari kita bongkarrr. Bongkarrr....bongkarrr....bongkarrr




Dieng, Sikunir Hill. 13-14 Oktober 2013.
Terima kasih atas bumi mu yang indah in ya Allah
Terima kasih Sikunir atas Golden Sunrise-nya
Terima kasih my Comrade


 *foto: Arik, Pribadi

Sawarna adalah Nama Suatu Daerah dan Di sana ada Banyak Pantai Indah

Sabtu, 19 Oktober 2013


Suatu ketika, di sebuah pantai di selatan Jawa, saya pernah merasakan perasaan batas antara hidup dan mati. Kala itu serombongan kami yang bermain berenang di pantai itu terseret ombak. Iya, tidak cukup satu dua orang waktu itu tetapi serombongan sampai sampai kami mencoba berpegangan bersama. Tuhan masih berbaik hati, ombak yang menyeret, ombak pula yang mendorong kami kembali ke tepian pantai.

Lalu di pantai selatan Jawa pula, saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri seorang pemuda terseret sampai ke tengah laut. Kepalanya timbul dan tenggelam. Sorot matanya panik. Tangannya berusaha menggapai-gapai ke atas mempertahankan hidup. Walau akhirnya pasrah . Lantas, beberapa anak lokal pantai yang pemberani mendorong papan surf-nya menaiki ombak sampai kepada pemuda tersebut. Dan Ia
pun selamat tetapi tak urung membuat yang melihatnya shock akibat ketidakberdayaan mereka.

Pantai Selatan Jawa memang terkenal akan keganasan ombaknya dan tak jarang menelan korban jiwa. Itulah pikiran saya manakala kami berencana mengunjungi ke sebuah pantai, Pantai Sawarna yang terletak di ujung selatan pulau Jawa
, tepatnya di Kota Sukabumi . Namun, kalau kita disetir oleh ketakutan bukankah tidak ada penjelajahan Columbus yang mahsyur itu atau Penaklukan Jengis Khan yang mahaluas sampai-sampai gen bawaan bangsa mongol banyak dimiliki manusia masa kini, atau penemuan-penemuan berbahaya yang memakan korban penciptanya. Pesawat, kereta api, Radium ?

Rendezvouz ada di Kampus kami yang nostalgik walau sekarang dipenuhi wajah-wajah baru nan botak
J, kampus STAN. Waktu itu hanya ada kami bertiga Simbah, Arik, dan Putri. APV Sewaan belum menunjukkan derunya walau kami sudah capek mengitari kampus ini sendiri-sendiri. Akhirnya mobil merah maroon itu tiba dengan membawa teman teman yang lain. Yudha, Pras, Khoir, Vito. Total 8 orang dan APV pun digas sekencang-kencangnya di pagi itu, kencang standar kota Jakarta hahaha

Setelah perjuangan berdarah-darah (halah) akhirnya kami tiba di daerah pantai sawarna. Waktu itu malam gelap dan jalanan sangat sempit yang pas hanya untuk dua mobil sehingga kalau-kalau ada belokan dimana dua mobil berpapasan diharuskan ada kahati-hatian antarmobilnya karena di pinggir jalanan terlihat menganga, walau  bukan jurang, tetapi cerukan yang lumayan ahay kalau kita jatuh ke bawahnya. Belakangan kami tahu di siang harinya bahwa ada pemandangan indah yang ditawarkannya atas harga ketinggian dataran yang harus kami bayar. 

Waktu itu jalan semakin menanjak curam sehingga menimbulkan kecurigaan jangan-jangan kesasar (don’t trust 100% your GPS, produk Yahudi! XD ). Ternyata benar syak wasangka itu. Atas arahan mas-mas yang kebetulan lewat dengan motor, kami disuruh memutar balik. Kembali ke lokasi di alam seharusnya kami berada (lalu teringat insidious -_-)

Mobil diputar balik oleh sang driver, Khoir, dan touchdown di daerah tak bernama yang
semula kami kira pintu masuk resmi  pantai Sawarna. “Pak, ada ular kalau lewat sini?”
“Ati-ati aja mas, suka ada”
Lalu….Seperti dikomando kopassus,kami pun balik kanan dan langsung bubar jalan tanpa penghormatan :D

Ternyata pintu masuk resmi pantai Sawarna ada di depan alfamart yang ramai itu. Satu tips lagi kalau ke sawarna tidaklah perlu membawa bekal yang banyak karena disini tersedia banyak toko-toko yang menyediakan logistic seperti alfamart ini. Lalu, kami memutuskan untuk Sholat dulu di sebuah masjid di dekat lokasi masuk. Yuda yang masuk ke kamar mandinya terkaget-kaget karena mendadak ada yang mematikan lampu. Kagetnya karena sebelumnya ada pengangkat mayat atau kerenda disitu. Takut tiba-tiba bergerak sendiri XD

Akhirnya semua teah menunaikan kewajibannya, logistik telah tercukupi, rasa lelah mampu ditahan sebentar lagi, dan perjalanan menuju pantai sawarna dilanjutkan kembali.Untuk mencapai pantai ini, mau tidak mau kami harus mengandalkan kaki  sejauh 800 meter akibat terpotongnya jalur antara tempat parkiran dan pantai dengan sebuah sungai lebar. Pengalaman mendebarkan manakala melewati jembatan yang bergoyang secara tidak manusiawi akibat dibangun dengan kurang meyakinkan. Kawat-kawat yang dianyam di kanan kiri bukan besi sebagaimana biasanya dan jembatan ini dilewati motor-motor para biker yang sekalinya lewat bergerombol, menambah ingatan akan keranda di masjid tadi, ingatan akan kematian   -_-

Setelah melewati jembatan goyang heboh tadi, kami harus melewati semacam perkampungan yang ternyata kumpulan homestay yang ramai. Ada orang yang mojok bermesraa dengan kekasihnya, pemuda yang menghabiskan malam dengan bersenda gurau, anak kecil yang bermanja-manjaan dengan bapak ibunya atau kalau tertarik ada panggung dangdud yang ramai didatangi para penghobi goyang dengan mengangkat jempol mereka.

Jalanan yang semula terang semakin berkurang intensitas cahanya dan di depan terpampang kegelapan nyaris total. Usut punya usut ternyata itulah pantai Sawarna ditandai dengan butiran pasirnya yang terasa lembut tetapi berat ketika menjejakkan kaki ke dalamnya. Maka Dome pun segera dibangun. 

Kala itu akibat kebodohan seseorang yang membawa dua botol gas tetapi tidak membawa kompornya XD, acara masak-memasak nyaris urung dilaksanakan. Untunglah warung-warung di sekitar pantai itu menawarkan jasa penyediaan ikan-ikan mentah beserta panggangan dan kayunya. Pesta!



Oh iya, untuk nama sawarna sendiri bukanlah nama pantainya. Sawarna adalah nama sebuah desa dimana kumpulan pantai-pantai yang indah ini berada. Saat ini kami sedang camping di salah satu pantainya, pantai pasir putih.
Setelah ikan yang lezat masak terbakar masuk ke perut dan pahit kopi terasakan, kami beranjak ke peraduan mengobati lelah perjalanan dan lelah mengeliling bibir pantai.

***

Matahari mulai bersinar dan ah…..biarlah gambar-gambar ini yang bercerita sendiri tentang keindahan pantai-pantai Sawarna.






simbah, pras, khoir, yuda, arik, vito, putri
(28-29 September 2013, Sawarna)

Sayonara teman sampai berjumpa di trip selanjutnya. Sayonara Sawarna.

*foto by Arik, Pribadi

Perjalanan

Selasa, 15 Januari 2013




aku membayangkan, 
kita berjalan berdua dalam satu genggaman. 
perjalanan panjang dalam kilas dua kilas kenangan. 
aku menatap, kau merasakan. 
perjalanan tidak mudah, katamu dalam ketenangan.
aku tahu engkau benar demikian.
badai akan selalu menerpa harapan. 
puyuh bisa merubuhkan keyakinan. 
guntur membikin kita gamang akan tujuan. 
tapi, aku punya engkau kan? 
ku kecup kening mu yang basah menawan. 
bibirmu pun lantas membisu tersentak dalam keheningan. 
di ujungnya, aku dan engkau sadar ada yang hilang tak tersisa sezarahpun. 
aku tahu, aku telah melakukan perjalanan yang mengesankan. 
kau juga tahu, walau tanpa ucapan.

R.I.P (Read In Process)

Minggu, 13 Januari 2013

Mendadak pengen me-list buku hasil kalap diskon 30 persen kemarin. Mungkin ada teman yang sealiran? Boleh dicoba kakak :D

1. Catatan Perang Korea- Mochtar Lubis




Akibat euforia nonton film berjudul “Frontline” yang bercerita konflik yang menyebabkan  silih bergantinya kepemilikan bukit Aero-k antara Korut dan Korsel, saya semakin penasaran dengan sejarah dua negara bersaudara ini. Bukunya yang tipis, menarik untuk dibaca sekedar pemuas penasaran sesaat. Dikarang oleh Muchtar Lubis, suatu hal yang juga  menarik saya untuk membelinya. Saya dulu pernah membaca novelnya berjudul Harimau! Harimau! dan menurut saya sangat bagus dan menghibur. Semoga buku ini juga tidak mengecewakan mengingat dia bukanlah sejarawan tetapi sebagai wartawan yang diutus PBB untuk meliput di Korea. Mochtar di sini membuat kesimpulan perang adalah “keruntuhan peri kemanusiaan” dan mengecam Amerika sebagai dalang perang serta menyamakannya dengan aksi polisionil Belanda dalam agresi militernya di Indonesia.


2.Engineers of Happy Land – Rudolf Mrazek





Bercerita tentang perkembangan teknologi dari sebuah negara terjajah bernama Indonesia. Perkembangan transportasi, arsitektur, teknologi optik, baju dan pakaian. Dalam bab lain juga dikupas tentang radio dan stasiunnya secara analitis. Juga, terdapat penjelasan tentang perkembangan kehidupan intelektual di Indonesia kala itu. Membaca buku ini, semacam saya melihat bagaimana cara-cara dahulu kakek buyut saya hidup dengan teknologi yang ada. Dalam promosi bukunya dikatakan: “buku ini tepat dibaca oleh anda yang ingin menelusuri akar sejarah perkembangan teknologi dan akar historis nasionalisme Indonesia”



3.Sejarah Teror – Lawrence Wright




Jujur, ketika membeli buku ini saya agak sangsi tentang obyektifitasnya. Buku ini berisi tentang cerita detail mengenai peristiwa yang mengarah pada tragedi 11 September di Amerika. Tentang Osama Bin Laden, tentang Ayman al- Zawahri dan tentang orang-orang yang terkait dengannya, tentang lika-likunya FBI dalam memecahkan kasus agar tragedi 11 September ini tidak terjadi, walau pada akhirnya harus  terjadi. Kesangsian ini karena seringnya media-media Amerika yang menggunakan tragedi ini sebagai penarik massa. Saya tergerak untuk membelinya karena ada stempel penghargaan Pulitzer yang tertera di buku ini, dan juga tentu saja karena kepenasaran saya inside 11 September



4.Commando Vol. VIII Edisi 6







Kebetulan majalah kemiliteran ini mengulas tentang ATGM-Javelin si pembunuh MBT(Main Battle Tank) yang paling pintar  dan Leopard, MBT Terkuat saat ini, yang mana keduanya akan datang mengisi  jajaran alutsista  Indonesia dalam waktu dekat. Tidak ketinggalan pula, sebagai konsekuensi pembelian Leopard dibeli juga tank angkut pasukan yang bisa mengimbanginya yaitu Tank Marder buatan Jerman yang juga diulas dalam majalah ini. Topik menarik lainnya adalah sistem pertahanan rudal Israel:  Iron Dome yang secara statistik sukses menghadang rudal-rudal Palestina walau opini dalam negeri di Indonesia menyinyirkannya. Menurut saya, ini merupakan pembelajaran bahwa sistem ini tergolong ampuh terlepas siapa negara yang menggunakannya dan negara yang rawan konflik dengan Indonesia seperti Singapura pun diam-diam  sudah membelinya. Ini sebagai antisipasi kalau-kalau ada konflik dua negara dan semoga saja tidak terjadi :D



5. Supernova – Dewi Lestari







Nah, kalau buku ini adalah hasil sisi ababil yang tergoda. Akibat diskon 30 persen, manusia selalu berpikiran “mumpung diskon” alias aji mumpung. Sedikit bisikan saja dari teman yang menyatakan buku ini bagus, maka dibelilah ia. No comment dulu untuk buku ini, soalnya saya sudah lama tidak baca novel dan memang novel ini belum dibaca K ada yang sudah tahu?

Petualangan PokTunggal Beach

Kamis, 10 Januari 2013




Sepasukan marinir Amerika mendarat dengan mulusnya di pasir pantai pulau Iwojima. Mereka bersyukur amtrac, kendaraan penghubung kapal ke pantai, yang mereka tumpangi tidak dibinasakan oleh upaya pertahanan pantai kekaisaran Jepang. Mereka berpikir betapa dungunya tentara Jepang yang tidak menyerang mereka selagi masih berada di amtrac, dimana mereka tidak memiliki daya pertahanan yang memadai terhadap mitraliur, pesawat, dan senapan mesin musuh. Mendadak kebahagiaan sesaat tersebut dihentikan dalam kilasan sekejap api yang memancar dari bukit, disusul suara memekakan telinga. Marinir Amerika dihabisi laiknya penjagalan sapi akibat senapan-senapan mesin yang Jepang tanam dalam bukit beserta tank yang kehabisan bahan bakar yang sengaja Jepang posisikan di atas bukit, menunggu dengan sabar marinir Amerika masuk ke dalam jepitan bukit dan dihancurleburkan. Belakangan, hanya tubuh tergolek tak bernyawa disana-sini akibat bukit sialan yang menjadi sebab musabab fubar-nya mereka saat itu. Tidak cukup hanya itu, di belakang sistem perbukitan ini membentang gunung suribachi yang dijadikan gunung-benteng ditopang berbagai senapan mesin , howitzer, mortar, sniper dan infantri jepang yang siap mati dengan semangat bansai yang diperparah dengan gua bawah tanahnya yang dapat menyediakan logistik secara efisien. Kali ini, jenderal-jenderal Amerika dibuat pusing bukan kepalang akibat sistem pertahanan berbukit-bukit ini
 suribachi Indonesia
gunung suribachi, Iwojima Jepang

Okay, di atas adalah cerita saya mengenai kesan manakala mengunjungi daerah pantai…yang kali ini di Indonesia. Pantai yang secara khas dikelilingi bukit-bukit tinggi, yang ketika kita naik di atasnya memberikan cakrawala memadai tentang luasnya pantai yang ada ini. Saya disini bukan untuk menghabisi agresor-agresor asing yang mencoba menyerbu negara, hanya sekedar menghabisi efek samping rutinitas yang kalau seorang prajurit berisiko terbunuh fisiknya, bagi saya bisa membunuh jiwa akibat kemonotonannya.

Roda motor masih bergulir diiringi sesekali decit rem akibat jalan menikung tajam di sana-sini. Serombongan pemuda malam itu bertekad kuat menemukan pantai serupa Iwojima versi saya (hehe), di depan ada Wendi dan Septri yang berboncengan dengan mesranya, sepeda motor di belakangnya dihuni rajapliket Dani more dengan adiknya Dion, saya bersama Supri yang tidak pakai mesra, dan paling belakang ada Gecol yang memboncengkan Arik Suketi. Saya amat-amati dari kaca spion mereka suka sekali memperlambat laju sepeda motor dengan sesekali si Gecol mengerem-rem. Entah apa maksudnya :|



Badan saya sudah capek sekali, dimana saya berangkat siang hari dari Temanggung yang sejuk dan melewati jalan-jalan lebarnya, mendadak saya harus menelusuri jalan-jalan sempit penuh tikungan kabupaten Gunungkidul di malam hari dalam pencarian sebuah pantai yang masih jarang dikunjungi. Jalan seakan tiada habisnya, mengingatkan saya cerita semasa kecil ada orang yang di-sasar-kan wewe sehingga berjalan terus-terusan pada jalan tiada berujung, hiiiiii. Pikiran suudzon saya terselamatkan manakala melihat sebuah papan yang tersematkan tulisan yang dari tadi dicari-cari. Papan ini terletak sesaat setelah kendaraan kami melewati pantai indrayanti. Sebuah papan bertuliskan “Pantai Pok Tunggal”. Saking girangnya, saya pun kayang, sujud syukur,nangis darah, berpelukan dengan teman-teman (oke, ini lebay!)



Rasanya kami terlalu cepat bersyukur. Sebagai pantai yang berbukit-bukit, untuk mengakses poktunggal dari jalan raya kami harus menuruni turunan yang lumayan curam dengan sisi kanan atau terkadang sisi kirinya terdapat jurang. Pun, daerah ini baru saja diguyur hujan lebat lalu kombinasi antara batu kapur dan air hujan (fyi: jalan ini belum diaspal, hanya beralaskan batu kapur) adalah kombinasi mematikan untuk motor mengalami yang namanya tergelincir. Motor saya memiliki ban belakang yang nyaris gundul alurnya dan ini bencana. Saya belum menyadari kemungkinan-kemungkinan ini, setelah akhirnya saya tergelincir dan selangkangan saya terasa sakit sampai beberapa hari haha. Alhamdulilah, tidak nyosor ke jurang.

Akhirnya, dengan penuh perjuangan dan senam jantung, motor selamat mendarat di pantai pok tunggal yang walaupun menempuh jarak satu kilo tetapi rasanya berkilo-kilo. Pantai ini dapat dimasuki tanpa membayar tiket dan ada jasa penjagaan motor dari penduduk sekitar sepanjang malam plus penyewaan tenda, jadi kami langsung memarkirkan motor dan berlari kencang menuju bibir pantai. Nesting kami keluarkan dan saya tidak bisa lagi menahan rasa untuk menikmati kenikmatan seteguk dua teguk kopi diiringi suara deburan ombak di tengah hangatnya persahabatan. Oh iya, sebelum minum, tenda harus didirikan dulu karena kami berencana menginap di pantai malam itu juga. Datang ke pantai saat hari terang dan mandi untuk kemudian pulang sudah teramat jamak dilakukan .......dan itu membosankan, maka mencoba sesuatu yang baru memang selalu menyenangkan. 
penampakan


Akhirnya setelah kopi terminum, Indomie lumer di dalam perut dan obrolan-obrolan ngawur bin pliket di malam hari, kami beranjak ke peraduan. Saya setenda bersama teman-teman yang lain. Adapun wanita perkasa, Arik Suketi menawarkan dirinya tidur di luar tenda walaupun sudah dicegah mengingat tenda memang dipersiapkan berlebih dua biji. Gecol yang menurut redaksi Arik tidak tega (saya meragukan kata tidak tega ini) pun menemani di luar, beratapkan bintang-bintang bersinar, diiringi angin darat pantai, bersuarakan debur ombak. Oh....seakan dunia hanya milik berdua (sori kalau saya nakal, balas dendam postingan blog di sini dan di sini :p)

 Perlahan cahaya matahari menerobos kisi-kisi tenda. Dan inilah saat yang tepat untuk bangun, Sholat subuh dan kemudian menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah. Pantai poktunggal yang masih perawan menjanjikan kebeningan airnya untuk ditapaki, deretan bukit menggoda untuk didaki, hangat sinar mentari terlalu sayang tanpa dirasai. Akhirnya diputuskan untuk berjalan-jalan terlebih dahulu di pantai yang berkarang-karang ini 





setelah puas mengamati ombak, flora, fauna dan sedikit ngobrol dengan penduduk sekitar, acara selanjutnya adalah mendaki bukit-bukit yang ada di sekitar pantai. Saya pikir, bukit-bukit ini adalah khasnya pantai pok tunggal sehingga rugi rasanya kalau ke pok tunggal tanpa mendakinya apalagi untuk mendapati bukit ini harus berkorban nyawa ngglangsar pada jalan menurun (alah lebay!)







Menurut pengakuan warga sekitar, jika beruntung kita bisa melihat gerombolan kan kecil dari puncak bukit ini :DSetelah snack yang di bawa ke atas habis (terutama dihabisi oleh Danimorr) dan nafsu narsis kami terpuaskan, diputuskan untuk turun dan mandi untuk segera pulang. Sayangnya, ada beberapa manusia yang berpikiran tidak afdhol rasanya kalau ke pantai tanpa bercumbu dengan ombak-ombaknya. Inilah tampng sok tidak berdosa manusia-manusia tersebut









Akhirnya kita tiba di penghujung cerita ini sekaligus penghujung perjalanan ini. Semua personel mandi di pemandian umum yang tersedia banyak sekali di sini, lantas disuguhi jagung bakar dan kopi hitam pekat kesukaan saya oleh pemilik tempat parkir. Mungkin sebagai konsekuensi dia yang baru saja konsultasi pajak haha. Hujan pun turun seakan ingin mensinkronkan antara saat kami datang dan saat kami pulang dan dengan demikian perjalanan ini ditutup dengan distaterkannya sepedamotor menuju asalnya masing-masing. Tamat.








Dari atas, aku memandang lautan luas dan aku sedikit merasa hampa. Apa benar aku manusia yang sebagaimana selama ini? Lantas kesadaran itu pun datang, aku memandang diriku terlampau besar.





credit foto: Arik, Dani

Kerjaan Kala Liburan Kurang Kerjaan

Minggu, 06 Januari 2013

Karena bosan, maka saya pun memungut pensil, bolpoin, penghapus.............:D





kapten                : Luffy
navigator            : Nami
inventory, sniper : Usop
ahli Pedang        : Zoro
koki                   : Sanji
arkeolog            : Nico Robin
ahli kapal           : Franky
dokter               : Chopper