Seorang bijak pernah berkata bahwa berkunjung ke
tempat-tempat yang belum pernah kita datangi membuka persepsi baru kita akan
suatu hal. Entahlah, mungkin perjalanan demi perjalanan itu yang membuat saya
“nagih” adalah banyaknya hal-hal yang baru yang kita temukan. Entah itu adat
istiadat, gaya hidup, pandangan politik, arsitektur bangunannya, makanan
khasnya, wajah manis wanitanya atau apalah itu. Okelah, sudah cukup saya
berfilsafat ria :D
Semarang adalah salah satu kota yang jarang saya kunjungi. Mungkin ada
setangkup rasa malas ketika memikirkan kota yang berada di pesisir pantai yang
memiliki panas di atas rata-rata, udara lembab khas pantainya, dan kepadatan
penduduknya sebagai kota besar di Jawa. Memikirkan Semarang sama seperti ketika
saya memikirkan Jakarta, annoying. Belum lagi dengan daftar jalan
berkelok-kelok nan sempit yang mesti
saya lewati. Daftar ini mesti ditambahi lagi dengan truk-berbadan-dua (jangan
mikir jorok :D) yang bersliweran di jalanan menuju kota ini, kota yang membuat
saya berpikir dua kali ketika berencana menyambanginya *pukpuksemarang*
well, itu adalah pemikiran picik seorang yang memandang sesuatu hanya dari
statistik dan data-data belaka. Karena itulah, klasik tetapi relevan adalah
peribahasa “tak kenal maka tak sayang”
Pagi itu, motor supra-X 125 saya geber dengan kecepatan minimum mengingat jalan
berbukit-bukit yang hanya beralas bebatuan bukan aspal yang harus saya lewati.
Karena ulah GPS sialan, saya mesti membelah bukit demi bukit, menghindari jalan
becek dan berlumpur setelah hujan, dan sesekali membuka GPS di HP. Rendezvouz
adalah di Umbulsidomukti, (seperti puncaknya semarang, atau dieng-nya
Wonosobo), dengan H-Hour 0700.
Saya, yang hobi ngaret parah inipun sampai disana jam 10:00 dan teman-teman
sudah selesai berenang di pemandian haha *pukpukself*. Oh, iya sebelumnya
peserta ada Visa, dani, harvi, kampes, wika, bowok, hadi, bang yudha.
Umbul
sidomukti disamping menawarkan pemandian juga ada flying fox dan marina bridge,
tetapi kelihatannya banyak teman-teman yang tidak minat K.
Setelah foto-foto narsis sebentar dengan
bokong kuda perjalanan dilanjut ke tujuan selanjutnya, Candi Gedong 9.
Gedong 9 adalah sebuah candi Hindu, yang bisa
dilihat dari arca-arcanya yang menggambarkan dewa-dewa agama asli India ini.
Udara dingin memaksa kami (lebih tepatnya menggoda) untuk menikmati semangkok
bakso hangat atau nikmatnya kuah mie ayam diselingi wedang Jahe yang mantap.
Setelah memarkir kendaraan dan makan, akhirnya kami ciao ke loket dan
bersiap mendaki. Mendaki karena medannya persis sekali ketika kita mendaki
gunung, sehingga disarankan membawa purwaceng minuman yang banyak yang banyak.
Saya belum menemukan filosofi kenapa kebanyakan candi-candi Hindu dibangun di
dataran-dataran tinggi, sebut saja Candi Arjuna di dieng, candi gedong 9 ini,
atau candi pringapus di Temanggung. Mungkin,
agar lebih dekat dengan Tuhannya. Mungkin. Kebetulan ini hari libur, sehingga
banyak betul pengunjung yang rata-rata adalah rombongan keluarga. Walau namanya
Gedong 9, jangan tekecoh ya jika candi disini Cuma 5. Mungkin yang 4 belum
selesai atau belum bisa direkonstruksi kembali. Berbeda dengan borobudur, situs
ini terdiri dari banyak candi dan untuk berpindah dari satu candi ke candi lain
dibutuhkan usaha ekstra keras, soalnya harus melewati jalan yang menanjak. Oh,
iya bagi anda penikmat pemandian air panas di puncak situs ini ada juga loh.
Juga disini bisa ditemukan semburan asap belerang nan eksotis seperti ini
hahaha
lelah berjalan di tempat ibadah umat Hindu, kami melanjutkan perjalanan
selanjutnya ke tempat ibadah umat Budha, pagoda. Pagoda ini masih berfungsi
sebagai tempat ibadah umat Budha. Sehingga masih terawat dan bersih
disana-sini. Menilik banyaknya tulisan China, patung dewi kwan Im dan Dewa-dewa
berzirah khas kebudayaan China, bisa disimpulkan pagoda ini adalah hasil
akulturasi bangsa India dan Bangsa China.


.jpg)
Selepas hasrat terpuaskan (hasrat?), perjalanan dilanjutkan ke objek wisata
kota Semarang yang semakin marak akibat program tidak bermutu di sebuah stasiun
televisi, Lawang sewu.
Setelah memenjatkan doa ke haribaan Allah a.k.a Sholat, perjalan dilanjut menggunakan
mobil baru si Wika (ihirrr) ke objek wisata lawang sewu, bangunan peninggalan
Belanda yang keangkerannya terkenal ke pelosok seluruh Indonesia. Sayang seribu
sayang, objek ini ditutup. Mungkin karena sampai sana terlalu malam sih, next
time mungkin bisa dikunjungi lagi. Jadi hanya sekedar mengitari sekeliling
lawang sewu dan bergumam, oh ini to lawang sewu. Rasa lapar mendorong mobil
berhenti di angkringan di taman KB, depan SMA 1 Semarang. Daerah yang sudah
ditata dengan apik oleh pemkot Semarng untuk menertibkan pedagang angkringan,
kaki lima, atau sejenisnya dengan fasilitas gerobak dan tempat strategis. Dan
seperti biasa, obrolan-obrolan khas Warkop sebagaimana masamasa kuliah dulu pun
mengalir.
Saya sudah capek, tapi mubadzir juga kalo ke Semarang tidak ke masjid raya Jawa
tengah. Dilihat dari ukuran, masjid ini
memang tergolong besar sekali, saking besarnya ada space yang lolos dari
keamanan dan digunakan untuk pacaran haha. Woi, masjid buat pacaran! Di hotel
saja sanah (Hush!!) dan khasnya, di masjid ini ada semacam kanopi yang mirip
seperti kanopi di masjidil haram Arab yang bisa terbuka atau tertutup secara
mekanis. Karena terlalu malam, ya akhirnya Cuma sebantar saja di sana sehabis
diusir security K
perjalanan selanjutnya mengitari kota
semarang dengan segala macam hiruk pikuk gemerlapnya sebagai kota besar di
Jawa, simpang lima sebagai pusatnya kota semarang, lalu ada warung makan ayam
lombok ijo yang saking ramenya, pelanggannya meluber sampai ke luar,lalu
melewati kota lama. Kota khas dan iconic
dari semarang peninggalan kolonial Belanda yang membentang luas tetapi tidak
dihuni mengingatkan kita semacam perasaan kuno tetapi menawan akan kejayaan
masa lampau.
Akhirnya perjalan berakhir juga dengan diparkirkannya mobil si Wika. Saya, visa, dan bowo berencana pulang malam itu juga.
Dengan motor mengarungi tikungan-tikungan gelap nan sempit diiringi salib
menyalib dengan truk truk gandeng.Rombongan yang lain, mengingat jauhnya
perjalanan pulang yang akan mereka lakoni memutuskan menginap di masjid dan
pulang keesokan harinya. Setelah menghangatkan diri dan men-celekke mata
di angkringan terdekat, motor saya geber full throttle bersama duo
magelang visa-bowok.
Sayonara Semarang,
salam manis dari saya ya...:D